// lanjutan dari Awas ada agama baru di Indonesia dari Syira Part 1
DI INDONESIA
Gereja Ortodoks Syria muncul di Indonesia sebagai upaya pendekatan kerukunan antar umat beragama.
Pusat Gereja Syria ini terletak di Jalan Supriyadi IXA Nomor 8. Malang,
Jawa Timur. Hanya, mereka belum memiliki gereja. Di Surabaya sendiri
mereka masih numpang dengan gereja lain.
Membentuk gereja bagi kalangan Ortodoks tidak semudah kalangan lain.
Diharuskan memiliki Imam yang mereka sebut dengan abuna (ayah kami).
Hampir mirip pada sebagian tradisi kita yang menganggap kyai dengan
abuya (ayahku). Padahal, menjadi seorang abuna tiduk mudah. Harus
menguasai lima bahasa: Arab, Aram, Ibrani, Yunani, dan Inggris.
“Mereka dididik di Syria untuk menjaga kemurnian ajaran ini.”
Masuknya Gereja Ortodoks Syria ini diawali dari perjalanan pendeta
Bambang Noorseno ke Syria. dan sempat melakukan studi agama di negara
Hafic Alasat sekitar tahun 1995. Noorseno yang juga termasuk intelektual
muda Kristen itu antara lain menulis buku sangggahan atas karya Maulice
Bucaille yang terkenal, Qur’an Bibel.
Sains moderen ini sempat pula
melihat arsip-arsip kuno yang masih tersimpan dalam Gereja Ortodoks
Syria atau yang dikenal dalam bahasa Arab: Al-Kanisat Anthakiyat AS SUI
Yan AI Orhodokssiyyat, yang sebagian besar naskah ditulis dalam bahasa
Aram bahasa yang yang dipercaya sebagai bahasa yang dipergunakan Isa
Al-Masih. Noorseno sempat pula berdiskusi tentang naskah-naskah yang
hampir tak pernah disentuh gereja Barat ini dengan Abuna ‘Isa Ghubuz,
Ketua Syrian Ortodoks Seminary di kawasan Bab Thoma, Damaskus. Apalagi,
tuduhan-tuduhan miring tentang gereja ini banyak dilontarkan gereja
Barat yang hanya melandaskan informasi sepihak.
Padahal, menurut Noorseno dalam orasi ilmiahnya yang disampaikan pada
peresmian Yayasan Kanisah Ortodoks Syria yang berjudul Jalan Panjang ke
Anthiokia: Kembali ke Akar Kekristenan Semitik Mula-Mula (Sebuah
Perseptektif Ortodoks Syria), 11 Desember 1997, Gereja Syria berdiri
pada tahun 40. Rasul Petrus sendiri yang menjadi uskup pertama
Anthiokia. ..
Kehancuran gereja itu terjadi pada tahun 451 ketika kekuasaan Byzantium
mencengkeram Anthiokia dengan memaksakan Konsili Kalsedon. Gereja
Anthiokia didukung Gereja Koptik di Mesir, sehingga dua patriark dua
gereja ini dibuang. Kekaisaran Byzantium mengganti patriarknya dengan
Paulus. Tapi, dua tahun kemudian ia dipecat dan digantikan Auphrosius
bin Mallah yang ikut meninggal dalam kebakaran Kota Anthiokia. Lalu,
Kaisar Justinus I mengangkat Gubernur Anthiokia sendiri sebagai
patriark. Makin kacau. Gereja Anthiokia baru menemukan sosoknya kembali
setelah tahun 543 dengan ditahbiskannya Mar Ya’qub Bar Addai. Hingga
tahun 550, ia berhasil menahbiskan 27 uskup dan lebih 100.000 imam.
Inilah yang dalam konsili ketujuh gereja Yunani disebut bidat Ya’qubiyah
(Jacobite), yang dianggap monofisit, yang menganggap Yesus hanya
bersifat ilahi dan menyangkal kemanusiaannya.
“Padahal, ajaran monofisit dalam artian demikian itu sebenarnya tidak pernah ada dalam sejarah,” Tulis Noorseno.
Gereja Ortodoks ini, menurut Funk & Wagnall, dipeluk sekitar 250
juta jiwa. Ia merupakan salah satu dari tiga pilar Kristen di dunia:
Katolik, Protestan, dan Ortodoks. Mereka besar di Mesir (Koptik),
Libanon (Maronit), Syria, Jerusalem, Rusia, Serbia, Yunani, dan Turki.
Kaum Ortodoks menganggap paling dekat dengan tradisi Yesus. Liturginya
telah dikukuhkan dalam tujuh kali pertemuan para patriark antara tahun
325 hingga 787 di Kota Nicaea, Constantinopel, Ephesus, dan Calcedon.
Gereja Ortodoks pernah singgah di Nusantara, yaitu Gereja Ortodoks
Persia pada zaman Sriwijaya dan Majapahit. Begitu juga Gereja Ortodoks
Armenia pernah ada pada zaman Belanda. Gerejanya yang bernama Gereja
Santo Johannes Pembaptis dahulu terdapat di Jalan Thamrin yang kini
menjadi gedung Bank Indonesia. Namun, belakangan, gereja ini muncul
kembali setelah Daniel ditahbiskan menjadi pendeta pada tahun 1988 di
Mojokerto, Jawa Timur. Tahun 1991, gereja ini tercatat di Departemen
Agama sebagai Gereja Ortodoks Indonesia. Gereja ini memiliki sekitar
1.000 anggota yang tersebar di Jakarta, Solo, Mojokerto, dan Cilacap.
Sekitar tahun 1996 mengalami “perpecahan” dengan tampilnya Bambang
Noorseno sebagai syaikh untuk Gereja Ortodoks Syria, dengan anggota yang
masih terbatas, sekitar 250 orang. Namun, Gereja Ortodoks pimpinan
Noorseno ini belum terdaftar di Departemen Agama.
“Nama sebuah gereja tidak boleh dikaitkan dengan nama sebuah negara,”
https://www.facebook.com/notes/suara...57552667612673
Senin, 08 Oktober 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar